Jumat, 14 April 2017

Sistem Hukum

Sistem Hukum


Sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum, dan pengertian hukum.
  1. 2.      Macam-Macam Sistem Hukum Dunia
a. Sistem Hukum Eropa Kontinental

Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan yang sering disebut sebagai “Civil Law”. Sebenarnya semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di Kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justinianus abad VI Sebelum Masehi. Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan dari pelbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Justinianus yang kemudian disebut “Corpus Juris Civilis”. Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada Corpus Juris Civilis itu dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa Daratan, seperti Jerman, Belanda, Perancis, dan Italia, juga Amerika Latin dan Asia termasuk Indonesia pada masa penjajahan pemerintah Belanda.


Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental itu ialah “hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu”. Prinsip dasar itu dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah “kepastian hukum”. Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia di dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis. 

Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, maka hakim tidak dapat leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi “menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya”. Putusan seorang hakim dalam suatu  perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins Res Ajudicata).

Sejalan dengan pertumbuhan negara-negara nasional di Eropa, yang bertitik tolak kepada unsur kedaulatan (sovereignty) nasional termasuk kedaulatan untuk menetapkan hukum, maka yang menjadi sumber hukum di dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah undang-undang yang dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislatife. Selain itu juga diakui “peraturan-peraturan” yang dibuat pegangan kekuasaan eksekutif berdasarkan wewenang yang telah ditetapkan oleh undang-undang (peraturan-peraturan hukum administrasi negara) dan kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang. Berdasarkan sumber-sumber hukum itu, maka sistem hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua yaitu penggolongan ke dalam bidang “hukum publik” dan hukum privat”. Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara. Termasuk dalam hukum publik ini adalah :

1)      Hukum Tata Negara
2)      Hukum Administrasi Negara
3)      Hukum Pidana

Hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Termasuk dalam hukum privat ialah :

1)      Hukum Sipil
2)      Hukum Dagang

Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, maka batas-batas yang jelas antara hukum publik dan hukum privat itu semakin sulit ditentukan, karena :
  1. Terjadinya proses sosialisasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan masyarakat yang walaupun pada dasarnya memperlihatkan adanya unsur “kepentingan umum/masyarakat” yang perlu dilindungi dan dijamin. Misalnya bidang Hukum Perburuhan dan Hukum Agraria.

  2. Makin banyaknya ikut campur negara di dalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan perorangan. Misalnya bidang perdagangan, bidang perjanjian dan sebagainya.
 b. Sistem Hukum Anglo Saxon (Anglo Amerika)

Sistem hukum Anglo Saxon, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Anglo Amerika”, mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang sering disebut sebagai sistem “Common Low” dan sistem “Unwritten Law” (tidak tertulis). Walaupun disebut sebagai unwritten law tetapi tidak sepenuhnya benar, karena di dalam sistem hukum ini dikenal pula adanya sumber-sumber hukum yang tertulis (statutes). Sistem hukum Anglo Amerika ini dalam perkembangannya melandasi pula hukum positif di negara-negara Amerika Utara, seperti Kanada dan beberapa negara Asia yang termasuk negara-negara persemakmuran Inggris dan Australia selain di Amerika Serikat sendiri.

Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Amerika ialah “putusan-putusan hakim/pengadilan” (judicial decision). Melalui putusan-putusan hakim yang mewujudkan kepastian hukum, maka prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan menjadi kaidah yang mengikat umum. Di samping putusan hakim, maka kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-peraturan tertulis undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui, walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis itu berasal dari putusan-putusan di dalam pengadilan. Sumber-sumber hakim itu (putusan hakim, kebiasaan dan peraturan administrasi negara) tidak tersusun secara sistematik dalam hirarki tertentu seperti pada sistem hukum Eropa Kontinental. Selain itu juga di dalam sistem hukum Anglo Amerika adanya “peranan” yang diberikan kepada seorang hakim berbeda dengan sistem hukum Eropa Kontinental. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja, melainkan peranannya sangat besar yaitu membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis.

Sistem hukum Anglo Amerika menganut suatu doktrin yang dikenal dengan nama “the doctrine of precedent / state decisis “ yang pada hakikatnya menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip hukum yang sudah ada di dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (preseden). Dalam hal tidak lain ada putusan hakim lain dari perkara atau putusan hakim yang telah ada sebelumnya kalau dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, maka hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat (common sense) yang dimiliknya. Melihat kenyataan bahwa banyak prinsip-prinsip hukum yang timbul dan berkembang dari putusan-putusan hakim untuk suatu perkara atau kasus yang dihadapi, maka sistem hukum Anglo Amerika secara berlebihan sering disebut juga sebagai Case Law.

Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian “Hukum publik dan hukum privat”. Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Sedangkan bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Anglo Amerika agak berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Kalau di dalam sistem hukum Eropa Kontinental “ hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”, maka bagi sistem Hukum Anglo Amerika pengertian “hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of persons), hukum perjanjian (laws of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (laws of torts) yang tersebar di dalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan hukum kebiasaan.

c. Sistem Hukum Adat Sistem hukum ini hanya terdapat dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya, seperti Cina, India, Jepang dan negara lain. Istilahnya berasal dari Bahasa Belanda “Adatrecht” yang untuk pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje. Pengertian hukum Adat yang digunakan oleh Mr. C Van Vollenhoven (1928) mengandung makna bahwa hukum Indonesia dan kesusilaan masyarakat merupakan hukum Adat yang tidak dapat dipisahkan dan hanya mungkin dibedakan dalam akibat-akibat hukumnya. Kata “hukum” dalam pengertian hukum Adat lebih  luas artinya dari istilah hukum di Eropa, karena terdapat peraturan-peraturan yang selalu dipertahankan keutuhannya oleh pelbagai golongan tertentu dalam lingkungan kehidupan sosialnya, seperti masalah pakaian, pertunangan dan sebagainya. Sedangkan istilah “Indonesia” digunakan untuk membedakan dengan hukum Adat lainnya di kawasan Asia. Dan kata Indonesia itu untuk pertama kali dipakai pada tahun 1850 oleh James Richardson Logan dan salah satu karangannya di Penang yang dimuat dalam Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia, untuk menunjukkan adanya nama bangsa-bangsa yang hidup di Asia Tenggara.

Sistem hukum Adat bersumber kepada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Dan hukum Adat itu mempunyai tipe yang bersifat tradisional dengan berpangkal kepada kehendak nenek moyang. Untuk ketertiban hukumnya selalu diberikan penghormatan yang sangat besar bagi kehendak suci nenek moyang itu. Karenanya keinginan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu selalu dikembalikan kepada pangkalnya kehendak nenek moyang, sebagai tolak ukur terhadap keinginan yang akan dilakukan. Peraturan-peraturan hukum Adat juga dapat berubah tergantung dari pengaruh kejadian-kejadian dan keadaan hidup yang silih berganti. Perubahannya sering tidak diketahui bahkan kadang-kadang tanpa disadari masyarakat, karena terjadi pada situasi sosial tertentu di dalam kehidupan sehari-hari.

Dari sumber hukum yang tidak tertulis itu, maka hukum Adat dapat memperlihatkan kesanggupannya untuk menyesuaikan diri dan elastik. Misalnya, kalau seorang dari Minangkabau datang ke daerah Sunda dengan membawa ikatan-ikatan tradisinya, maka secara cepat ia dapat menyesuaikan dengan tradisi daerah yang didatangi. Keadaan ini berbeda dengan hukum yang peraturan-peraturannya ditulis dan dikodifikasikan dalam sebuah kitab Undang-Undang dan peraturan perundangan lainnya yang sulit dapat diubah secara cepat untuk penyesuaian dalam situasi sosial tertentu, karena dalam perubahannya masih diperlukan alat pengubah melalui seperangkat alat-alat perlengkapan negara yang berwenang untuk itu dengan membuat perundangan baru. Berdasarkan sumber hukum dan tipe hukum Adat itu, maka dari 19 daerah lingkungan hukum (rechtskring) di Indonesia sistem hukum Adat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :

1)            Hukum Adat mengenai tata negara (tata susunan rakyat), mengatur tentang susunan dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum (rechtsgemenschappen) serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabatan-jabatan dan pejabatnya.
2)            Hukum adat mengenai warga (hukum warga) terdiri dari :
  1. Hukum Pertalian sanak (perkawinan, waris)
  2. Hukum tanah (hak ulayat tanah, transaksi-transaksi tanah)
  3. Hukum perhutangan (hak-hak atasan, transaksi-transaksi tentang benda selain tanah dan jasa).
3)            Hukum adat mengenai delik (hukum pidana), memuat peraturan-peraturan tentang pelbagai delik dan reaksi masyakarat terhadap pelanggaran hukum pidana itu.

Yang berperanan dalam melaksanakan sistem hukum adat ini ialah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani, besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera. Pemuka adat itu dianggap seagai orang yang paling mampu menjalankan dan memelihara peraturan serta selalu ditaati oleh anggota masyarakatnya berdasarkan kepercayaan kepada nenek moyang. Peranan inilah yang sebenarnya dapat mengubah hukum adat sesuai kebutuhan masyarakat tanpa menghapus kepercayaan dan kehendak suci nenek moyang.

Hukum Adat yang merupakan pencerminan kehidupan masyarakat Indonesia, sedangkan masyarakat itu sendiri selalu berkembang dengan tipe yang mudah berubah dan elastik, maka sejak penjajahan Belanda banyak mengalami perubahan sebagai akibat dari politik hukum yang ditanamkan oleh pemerintah penjajah itu. Perubahan secara formal terjadi dalam penghapusan berlakunya hukum Adat mengenai delik (hukum pidana) dan diberlakukan peraturan-peraturan hukum pidana tertulis yang dikodifikasikan di samping perundangan tertulis lainnya bagi seluruh masyarakat Indonesia. Keadaan ini berlangsung sampai Indonesia merdeka dan diberlakukan untuk mengisi kekosongan dalam bidang hukum pidana selama belum ada undang-undang hukum pidana nasional. Selain hukum pidana Adat dihapus, juga diperkenalkan adanya peraturan-peraturan hukum dalam hukum perdata bidang perikatan yang secara lambat laun menghapuskan dengan sendirinya sebagian besar hukum perhutangan Adat. Sedangkan dalam perkembangan selanjutnya untuk hukum tanah ditanamkan kesadaran hukum tentang kegunaan tanah seperti yang dituangkan dalam Undang-undang Pokok Agraria. Dan mengenai hukum pertalian sanak dalam segi tertentu dikembangkan melalui yurisprudensi.

c. Sistem Hukum Islam

Sistem hukum ini semula dianut oleh masyarakat Arab sebagai awal dari timbulnya dan penyebaran agama Islam. Kemudian dikembangkan ke negara-negara lain di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika secara individual atau kelompok. Sedangkan untuk beberapa negara di Afrika dan Asia perkembangannya sesuai dengan pembentukan negara itu yang berasaskan ajaran Islam. Bagi negara Indonesia walaupun mayoritas warga negaranya beragama Islam, pengaruh agama itu tidak besar dalam bernegara, karena asas pembentukan negara bukanlah menganut ajaran Islam.
Sistem hukum Islam bersumber hukum kepada :
  1. Quran, yaitu kitab suci kaum muslimin yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Rasul Allah Muhammad dengan perantaraan Malaikat Jibril.
  2.  Sunnah Nabi, ialah cara hidup dari Nabi Muhammad atau cerita-cerita (hadist) mengenai Nabi Muhammad.
  3. Ijma ialah kesepakatan para ulama besar tentang suatu hal dalam cara bekerja (berorganisasi)
  4. Qiyas, ialah analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua kejadian. Cara ini dapat dijelmakan melalui metode ilmu hukum berdasarkan deduksi dengan menciptakan atau menarik suatu garis hukum baru dari garis hukum lama dengan maksud memberlakukan yang baru itu kepada suatu keadaan karena persamaan di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penyidik Dan Penyelidik Dalam Hukum Acara Pidana

Menurut pasal 1 butir 1, penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang kh...