Undang-undang mempunyai kekuatan berlaku yuridis apabila persyaratan formal terbentuknya undang-undang itu terpenuhi. Menurut Hans Kelsen, sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo, kaidah hukum mempunyai kekuatan berlaku apabila penetapannya didasarkan atas kaidah yang lebih tinggi tingkatannya. Dalam Grundnorm (norma dasar) terdapat dasar berlakunya semua kaidah yang berasal dari satu tata hukum. Dari Grundnorm itu, yang dapat dijabarkan berlakunya adalah kaidah hukum, bukan isinya.
2. Keberlakuan Sosiologis
Kekuatan berlakunya hukum didalam masyarakat ini ada dua macam, yaitu :
a. Menurut teori kekuatan (Machttheori), hukum mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabila dipaksakan oleh penguasa, terlepas dari diterima ataupun tidak oleh warga masyarakat;
b. Menurut teori pengakuan (Anerkennugstheori), hukum mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabila diterima dan diakui oleh warga masyarakat.
3. Keberlakuan Filosofis
Hukum mempunyai kekuatan berlaku filosofis apabila kaidah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum (rechtsdee) sebagai nilai positif yang tertinggi. Suatu norma hukum dikatakan berlaku secara filosofis apabila norma hukum itu bersesuaian dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu negara. Dalam pandangan Hans Kelsen mengenai "grundnorm" atau dalam pandangan Hans Nawiasky tentang "staatfundamentalnorm", pada setiap negara terdapat nilai-nilai dasar atau nilai-nilai filosofis tertinggi yang diyakini sebagai sumber dari segala sumber nilai luhur dalam kehidupan kenegaraan yang bersangkutan.
4. Kekuatan Politis
Suatu norma hukum dikatakan berlaku secara politis apabila pemberlakuannya didukung oleh faktor-faktor kekuatan politik yang nyata (riele machtsfactoren). Meskipun norma yang bersangkutan didukung oleh lapisan masyarakat, sejalan pula dengan cita-cita filosofis, dan memiliki landasan yuridis yang sangat kuat, tetapi tanpa dukungan politik yang mencukupi diparlemen, norma hukum tersebut tidak mungkin mendapatkan kekuatan untuk diberlakukan sebagai hukum. Dengan kata lain, keberlakuan politik ini berkaitan dengan teori kekuasaan yang pada gilirannya memberikan legitimasi pada keberlakuan suatu norma hukum semata-mata dari sudut pandang kekuasaan. Apabila suatu norma hukum telah mendapatkan dukungan kekuasaan, apapun wujudnya dan bagaimanapun proses pengambilan keputusan politik tersebut, cukup menjadi dasar legitimasi bagi keberlakuan norma hukum yang bersangkutan dari segi politik.
Berikut asas mengenai penegak hukum dalam membuat hukum positif:
Lon Fuller menekankan bahwa hukm positif yang berlaku harus memenuhi delapan persyaratan berikut.
- Harus ada aturan-aturan sebagai pedoman dalam pembuatan keputusan. Perlunya sifat persyaratan dan sifat keumuman. Artinya, memeberikan bentuk hukum kepada otoritas bahwa keputusan -keputusan otoritatif tidak di buat atas dasar ad hoc, dan atas dasar kebijakan yang bebas, tetapi di buat atas dasar aturan-aturan umum.
- Aturan yang menjadi pedoman bagi otoritas tidak boleh dirahasiakan, tetapi harus di umumkan,
- Aturan-aturan harus di buat untuk menjadi pedoman bagi kegiatan-kegiatan pada kemudian hari, artinya hukum harus berlaku pasang.
- Hukum harus di buat sedemikian rupa sehingga dapat di mengerti oleh rakyat.
- Aturan-aturan tidak boleh bertentangan satu dan lainnya. Hal ini di karenakan hukum merupakan suatu sistem yang tiap sub-sub bagiannya saling berhubungan dan saling keterkaitan.
- Aturan-aturan tidak boleh mensyaratkan perilaku yang di luar kemampuan pihak-pihak yang terkena, artinya hukum tidak boleh memerintahkan sesuatu tidak mungkin untuk dilakukan,
- Dalam hukum harus ada ketegasan. Hukum tidak boleh di ubah-ubah sewaktu-waktu.
- Harus ada konsistensi antara aturan-aturan sebagaimana yang di umumkan dengan kenyataan pelaksanaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar